Makna Dari Logo Desa Wanasari :
1. Segi Lima melambangkan Dasar Negara Republik Indonesia
2. Bintang Melambangkan Keutuhan yang maha Esa
3. Candi Tumpang Lima melambangkan lima dusun/banjar
4. Gapura/Pintu melambangkan Dharma Agama dan Dharma Negara
5. Palihan Candi Tumpang Tiga melambangkan Tri Hita Karana
6. Padi melambangkan pangan
7. Kapas melambangkan sandang
8. Rantai Tiga Ruas melambangkan Tiga sumber kerahayuan
9. Satu Rong Terbuka melambangkan satu sumber keterbukaan
10. Kata Bhuana Krata artinya segala sesuatu yang menyebabkan desa akan tertib selamat senantiasa sejahtera lahir batin
SEJARAH SINGKAT DESA WANASARI
Tidaklah banyak desa-desa di Bali mempunyai keterangan-keterangan secara tertulis tentang Sejarah Desanya. Sebab, orang-orang tua jaman dahulu menyampaikan sejatah pada generasi penerusnya secara lisan, melalui bentuk cerita yang diteruskan dari generasi ke generasi. Maka itu orang tua selalu menganjurkan “Belajarlah dari Sejarah”. Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa Sejarah merupakan sumber atau bahan belajar. Sejarah merupakan inspirasi yang memberi ilham kepada generasi penerusnya untuk dapat meniru tokoh-tokoh terdahulu. Dari kenyataan tersebut terkesan bahwa Masyarakat Bali adalah Masyarakat Sejarah, Masyarakat tradisi dan Masyarakat upacara. Memulai dan mengakhiri segala pekerjaan selalu melalui tahapan upacara.
Demikian pula mengenai manusia, mulai dari terbentuknya berupa janin sampai meninggalnya melalui tahapan upacara. Pemberian nama terhadap sesuatupun melalui upacara agar nama tersebut bermakna di kemudian hari. Masalah nama dikalangan Masyarakat timur memegang peranan penting. Orang rela berkorban harta maupun jiwa untuk mempertahankan nama. Demikian pula mengenai nama Wanasari yang secara etimologis sudah disinggung pada prawacana buku ini.
Nama Wanasari mempunyai makna pula sebagai hutan yang bercahaya atau bersinar. Pemberian nama tersebut dimaksudkan agar orang-orang Wanasari memberikan keharuman bagi desa, daerah maupun Negara dan juga orang-orang Wanasari dapat memberikan sinar atupun dapat memberikan Cahaya bagi Masyarakat, Bangsa maupun Negara. Berkaitan dengan nama tersebut banyaklah orang Wanasari menjadi tokoh Daerah maupun Nasional, banyak pula diantaranya mendapat predikat sebagai teladan untuk Tingkat Daerah maupun Nasional.
Nama Wanasari untuk pertama kalinya dipakai oleh keluarga Jero Wanasari. Keluarga inilah yang memulai pertanian yang berhasil dengan baik. Hasil utamanya adalah padi atau beras. Waktu itu sebagian besar rakyat hidup dari berkebun, sehingga beras merupakan barang langka. Beras hanya dipergunakan untuk upacara Dewa Yadnya saja. Penduduk yang ada disekitarnya sering meminta beras untuk upacara kepada keluarga tersebut. Nampaknya tradisi itu sampai sekarang masih dipertahankan, terbukti masih ada penduduk yang jauh dari Wanasari, meminta beras untuk kepentingan upacara. Dari nama keluarga Wanasari ini diabadikan untuk nama Desa.
Mengenai asal-usul nama Desa akan sulit dipastikan. Hal ini disebabkan kurangnya atau tidak diketemukannya keterangan-keterangan secara tertulis tentang hal tersebut. Demikian pula tentang asal-usul nama Desa Wanasari, tidak ada prasasti atau prasasti atau tulisan-tulisan yang diketemukan.
Oleh karena itu sumber utama yang dipergunakan untuk menuliskan asal-usul nama Desa Wanasari adalah informasi dari Masyarakat sendiri, dari cerita-cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Menurut cerita, pada awal abad ke -11 pada masa pemerintahan Dinasti Warmadewa di Bali, datanglah kemari sekelompok orang merambah hutan untuk menetap. Merekan kemudian membuat gubuk-gubuk untuk temapt tinggal. Penghidupannya untuk berladang. Di tempat ini mereka menetap cukup lama, namun terjadilah bencana untuk ladangnya tidak berhasil, karena gangguan semut, sehingga timbul bahaya kelaparan dan banyak diantaranya meninggal. Satu-satunya pilihan buat mereka adalah meninggalkan tempat tersebut. Mereka pindah menuju Tenggara yang jaraknya 1,5 km. Ditempat baru ini mereka mendirikan gubuk-gubuk baru, dan penghidupannya masih tetap berladang. Ditempat yang baru ini mereka semakin berkembang dan terbentuklah sebuah Desa/Banjar yang disebut Banjar Periyukti.
Tempat yang meraka tinggalkan sampai sekarang disebut “Kebon”. Ditempat ini dijumpai adanya tulang belulang manusia. Lagi pula adanya tempat pemujaan berbentuk bangunan berundak-undak. Banjar periyukti sudah ada sebelum berdirinya Kerajaan Tabanan. Lokasi Desa ini diapit oleh dua buah Sungai yaitu sebelah barat Sungai bugbugan dan disebelah timur Sungai Dulang. Dari luar akan sulit berkomunikasi dengan Banjar Periyukti. Sebagaimana lazimnya pola menetap Masyarakat Bali yang ditata oleh falsafah “ Tri Hita Karana”.
Maka banjar Periyuktipun membangun Tri Khayangan yaitu, Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem serta juga dibangun sebuah kuburan. Darimana asal penduduk periyukti ini, besar kemungkinan berasal dari daerah Klungkung. Sebagai pembuktian, kebanyakan warisan banjar melakukan persembahyangan ke Klungkung sampai sekarang. Banjar Periyukti yang telah berhasil membangun Khayangan Tig aini diperkirakan pada tahun caka 1047. Bahkan Khayangan Desa Periyukti termasuk Dhang khayangan sebab pada tahun caka 1061 ketika Bhatara Luhur Watukaru melasti menuju segara Tanah Lot, Ida Bhatara Luhur Watukaru beserta pengiringnya istirahat di Pura Desa Periyukti.
Waktu itu disebalh timur Periyukti atau disebelah timur Sungai dulang masih merupakan hutan belantara. Hutan yang pada hari tertentu menyinarkan cahaya ajaib. Cahaya tersebut sampai sekarang masih terlihat oleh anggota masyarakat, pada hari-hari penting dalam agama hindu. Beberapa tahun kemudian datanglah sekeluarga dari pegunungan utara menuju hutan yang angker yang terletak disebelah timur Periyukti. Keluarga pendatang inilah untuk pertama kalinya merabas hutan yang untuk tempat tinggal dan untuk lahan pertanian. Keluarga inilah juga sebagai pelopor menanam padi yang hasilnya sangat baik menguntungkan. Rumahnyapun diperbaharui dan diberi nama Jero Wanasari. Keberhasilan bertani, mengundang datangnya penduduk baru, mengikuti jejak tersebut. Dari daerah Tenggara datanglah keluarga Brahmana diikuti pengiringnya. Pasraman yang dibangun tersebut diberi nama Geriya Kawan. Tidak berselang lama datang pula Brahmana dari utara beserta pengiringnya, yang juga membangun pasraman tersebut Bernama Geriya Buruan.
Menurut Babad Tabanan, pada tahun caka 1254 berdirilah Kerajaan Tabanan yang Pusat Pemerintahannya di Buahan yang letaknya dekat dengan Wanasari, banyak pula rakyat menuju Wanasari, apalagi setelah Pusat Kerajaan dipindahkan dari Buahan ke Tabanan, sekeluaarga brahmana menuju Wanasari diikuti pengiringnya. Kemudian membangun pesraman dan gubuk-gubuk untuk tempat tinggal. Pasraman sang Brahamana kemudian Bernama Geriya Jambe. Setelah para Brahamana dan pengiringnya bertempat tinggal, maka pengiring dan pekerja mulai merabas hutan untuk dijadikan lahan persawahan. Hutan yang disebelah Selatan dirabas, kemudian dijadikan sawah. Dikemudian hari persawahan ini disebut Subak Babakan. Ada juga yang merabas dibagian timur disebut Subak Babakan. Ada juga yang merabas dibagian timur yang penuh dengan hutan gunggung untuk dijadikan persawahan yang kemudian hari disebut Subak Gunggungan. Hanya sedikit hutan yang tidak dijadikan sawah, mereka menggunakannya untuk berladang. Daerah Perkebunan ini sekarang disebut “Alas Panti”. Apa yang dilakukan Brahmana dan pengiringnya, segera diikuti oleh Banjar Periyukti. Hutan disebelah barat, yang terletak disekitar tempat tinggal mereka terdahulu dijadikan sawah, yang sekarang disebut Subak Kebon, demikian pula hutan disebelah selatannya dijadikan subak “Periyukti”.
Dengan demikian penghidupan penduduk Wanasari adalah bertani dan berladang. Setelah Kerajaan Tabanan berhasil Menyusun pemerintahan dengan baik maka untuk Wanasari yang subur diangkatlah seorang sedahan Bernama Si Gede Kastawa, yang bertempat tinggal di Banjar Periyukti. Dibawah pengawasannya Wanasari semakin Makmur. Jalan-jalan dibuat lebaar dan selokan, rumah-rumah diperbaharui dibuat berjajar mengikuti alur jalan yang memanjang dari Selatan ke utara. Kemudian seorang kesatria Bernama Ki Gusti Lanang Dauh dengan istrinya Ni Gusti Ayu Sandan dengan pengiringnya datang menuju wanasari atas persetujuan Si Gede Kastawa diperkenankan tinggal di kebon bekas tempat tinggal orang Periyukti terdahulu. Rombongan ini juga kurang berhasil karena gangguan semut. Untuk itulah mereka mengungsi menuju utara. Disana mereka bertempat tinggal dan membuka lahan pertanian. Tempat perkampungan mereka dikemudian hari disebut desa “Sesandan”.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama serombongan orang datang dari timur laut menuju Wanasari. Rombongan ini dipimpin oleh “Mekel Sekar” dengan membawa senjata utama berupa tulup. Mekel Sekar datang dari daerah “Sekar Mukti” Luwus Baturiti, diikuti pengiringnya dari keluarga Pundak Bendesa. Meraka mengambil tempat timur laut Desa Bernama Munduk Gelagah. Setelah mereka berhasil menata perumahannya, terbentuklah sebuah banjar yang Bernama Banjar “Sekartaji”.
Demikianlah penduduk Wanasari datang dari segala penjuru, mereka melakukan persembahyangan ke Desa Periyukti. Desa Wanasari merupakan desa penting bagi Kerajaan Tabanan terutama kaitannya dengan Luhur Watukaru, Dimana Wanasari berfungsi sebagai jalan penghubung Luhur Watukaru yang sangat disucikan oleh Raja dan Umatnya, karena pura ini termasuk Sad Khayangan yang ada di Bali. Setiap Raja bersembahyang ke Watukaru selalu melalui Desa Wanasari. Demikianlah bila Ida Bhatara Luhur Watukaru mesucian ke segara Tanah Lot atau “Mekiis”, tetap sampai sekarang melalui Desa Wanasari, dan tetap pula beristirahat di Pura Desa Wanasari yang sangat dihormati oleh Raja Tabanan, karena Ketika pemerintahan dibawah kepemimpinan Raja Tabanan Sang Ratu Winaluan sakit, penyakit Raja tidak berhasil diobati oleh para balean. Untuk itu Raja mohon pewisik pada Idha Bhatara Luhur Watukaru.
Atas wangsit yang diterima Raja, bahwa Raja akan berobat kepada Brahmana yang berada di hutan yang bercahaya dan mengeluarkan asap. Raja dapat disembuhkan atas bantuan Brahmana Geriya Jambe yaitu Ida Pedanda Ketut Jambe. Ditempat pasraman Raja Tabanan setelah Raja dapat disembuhkan kemudian dibangun tempat suci disebut Batur Wanasari. Atas jasa Ida Pedanda Ketut Jambe, maka Raja beserta keturunannya akan mohon Tirta Geriya dan Geriya Jambe dijadikan Bagawanta. Penduduk Desa Wanasari Berkembang pesat, sehingga Desa Periyukti sulit ditempuh pada waktu musim hujan oleh umat yang akan bersembahyang maupun dalam penguburan bila ada yang meninggal. Maka dengan dipelopori oleh Ida Pedanda Geriya Kawan di buatlah kuburan atau setra yang baru. Demikian pula Ida Pedanda Geriya Kawan dengan Kesatria dari Sesandan Dauh Yeh menyemponsori pembuatan Pura Dalem Tunon. Disamping itu atas kesepakatan penduduk dan atas petunjuk Raja Tabanan, Pura Desa yang terletak di Periyutki dipindahkan ketimur ditepi jalan Wanasari.
Pembenahan-pembenahan terhadap infrastruktur Desa Wanasari berjalan terus. Pembaharuan juga diikuti oleh pertambahan penduduk. Apalagi Ketika terjadi peperangan antara Kerajaan Tabanan melawan Raja Ubung Penebel, oleh Raja Tabanan Desa Wanasari dijadikan benteng pertahanan paling utama. Dengan demikian Raja menugaskan para kesatria dan rakyat mempertahankan benteng terdepan. Setelah perang selesai dengan kemenangan Tabanan, para kesatria dan rakyat tetap menetap di Desa Wanasari. Maka itu Desa Wanasari merupakan Desa yang lengkap dengan Catur Warna menurut ajaran Hindu yaitu, Wangsa Brahamana, Kesatria, Waisya dan Sudra. Berdasarkan keadaan, pengalaman dan tantangan yang dihadapi menjadikan penduduk Wanasari berjiwa kepeloporan dalam segala bidang. Jiwa kepeloporan dan semangat patriotism ini merupakan ciri khas Wanasari.
Desa wanasari terdiri dari 11 banjar, yang tersusun berjajar dari utara ke Selatan. Bila 11 banjar itu digambarkan akan terwujudlah gambar manusia. Banjar Sandan Pondok yang terletak paling utara sebagai kepala, dan merupakan satu Desa Adat. Enam Banjar yang lurus sepanjang jalan yaitu Banjar Sandan Tegeh, Sandan Dangin Yeh, Sandan Lebah, Wanasari Baleran, Wanasari Tengah dan Wanasari Belodan. Sebagai badannya. Dua banjar yaitu Sandan Dauh Yeh dan Sekartaji sebagai tangan kanan dan kiri kemudian Banjar Periyukti dan abianlalang sebagai kaki kiri dan kanan. Begitulah penataan banjar-banjar yang ada di Desa Wanasari. Pada setiap ujung wilayah desa terdapat tempat suci atau pura. Dari Gambaran ini terkesan masyarakat Wanasari adalah demokratis dan religious. Desa yang angker dan desa yang bernuansa.
Masyarakat Wanasari terikat akan adat istiadat yang kuat. Ada memegang peranan yang penting. Anggota masyarakat kesemuanya beragama hindu, sampai saat ini belum ada penduduk yang beragama lain, tinggal di Desa Wanasari. Penataan Desa berpedoman pada Tri Hita Karana, dengan adanya satu agama di Desa Wanasari merupakan Desa yang Lestari. Dari uraian di atas maka ciri khas Desa Wanasari adalah :
Berwibawa : WA
Mempeso : NA
Bernuan : SA
Lesta : RI
Berdasarkan Surat Keputusan Desa Wanasari Nomor : 01 Tahun 2005, tentang pemekaran Desa menjadi Desa Induk dengan luas 350 Ha. Terdiri dari 5 Banjar Dinas, dengan jumlah Penduduk Bulan Desember Tahun 2014 sebanyak 2.178 jiwa dan 661 KK.
Desa pemekaran untuk Desa Sesandan menjadi Desa Definitif pada tanggal 12 Januari 2007 dengan keluarnya SK Bupati Tabanan No. 85 Tahun 2007 dengan mewilayahi 7 Banjar Dinas dengan luas wilayah 350 Ha.
Demikianlah Sejarah singkat Desa Wanasari kurang lebihnya kami mohon maaf dan agar dapat dipergunakan Dimana perlunya.